Qs Surat Al Kahfi Ayat 109-110
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا (١٠٩) قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠
109. qul law kaana albahru midaadan likalimaati rabbii lanafida albahru qabla an tanfada kalimaatu rabbii walaw ji/naa bimitslihi madadaan.
110. qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya’mal ‘amalan shaalihan walaa yusyrik bi’ibaadati rabbihi ahadaan.
Terjemahan (Artinya)
109. Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Tafsir
Tafsir Jalalayn
109
(Katakanlah, "Kalau sekiranya lautan) airnya (menjadi tinta) yaitu sarana untuk menulis (untuk menulis kalimat-kalimat Rabbku) yang menunjukkan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan dan keajaiban-keajaiban ciptaan-Nya, seumpamanya hal itu ditulis (sungguh habislah lautan itu) untuk menulisnya (sebelum habis) dapat dibaca Tanfadza atau Yanfadza, yakni sebelum habis ditulis (kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan sebanyak itu) lautan yang sama (sebagai tambahan tintanya.") niscaya tambahan ini pun akan habis pula, sedangkan kalimat-kalimat Rabbku masih belum habis ditulis. Lafal Madadan dinashabkan karena menjadi Tamyiz.
110
(Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia) anak Adam (seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya Rabb kalian itu adalah Tuhan Yang Esa.') huruf Anna di sini Maktufah atau dicegah untuk beramal oleh sebab adanya Ma, sedangkan huruf Ma masih tetap status Mashdarnya. Maksudnya; yang diwahyukan kepadaku mengenai keesaan Tuhan (Barang siapa mengharap) bercita-cita (perjumpaan dengan Rabbnya) setelah dibangkitkan dan menerima pembalasan (maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan di dalam beribadah kepada Rabbnya) yakni sewaktu ia beribadah kepada-Nya, seumpamanya ia hanya ingin pamer (dengan seorang pun").
ISI KANDUNGAN SURATAL KAHFI AYAT 109-110
[18] Kepada mereka tentang keagungan Allah, keluasan sifat-Nya dan bahwa manusia tidak mampu mencapainya.
[19] Dalam ayat lain disebutkan, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Terj. Luqman: 27) ayat di atas termasuk pendekatakan makna agar lebih mudah dicerna, karena semua yang disebutkan itu makhluk, sedangkan makhluk ada habisnya, adapun firman Allah, maka termasuk sifat-Nya, sedangkan sifat-Nya bukan makhluk dan tidak ada batasnya. Keluasan dan kebesaran apa saja yang dibayangkan hati, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih dari itu, demikian pula semua sifat Allah Ta’ala, seperti ilmu-Nya, hikmah-Nya, qudrat(kekuasaan)-Nya dan rahmat-Nya. Oleh karena itu, jika pengetahuan makhluk terdahulu maupun yang datang kemudian dikumpulkan, baik yang terdiri dari penghuni langit maupun penghuni bumi, tentu jika dihubungkan kepada ilmu Allah, maka lebih kecil daripada air yang diteguk oleh seekor burung dengan paruhnya ke tengah-tengah lautan. Yang demikian adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala memiliki sifat-sifat yang agung lagi luas, dan bahwa kepada-Nya kembali semua kesudahan.
[20] Yakni aku bukanlah tuhan, dan tidak bersekutu dalam kerajaan-Nya, aku tidak mengetahui yang gaib dan tidak ada pada sisi-Ku perbendaharaan-perbendaharaan Allah. Inilah makna Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hamba Allah..
[21] Yakni aku dilebihkan di atas kamu dengan memperoleh wahyu, yang isinya bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, di mana tidak ada yang berhak disembah dan ditujukan berbagai ibadah kecuali Dia, tidak ada sekutu bagi-Nya.
[22] Aku mengajak kamu untuk mengerjakan amal yang dapat mendekatkan dirimu kepada-Nya, mendapatkan pahala-Nya dan dijauhkan dari siksa-Nya, yaitu dengan mengerjakan amal saleh dan tidak berbuat syirk di dalamnya.
[23] Yaitu amal yang sesuai syari’at, baik yang wajib maupun yang sunat.
[24] Seperti berbuat riya. Ayat ini menerangkan syarat diterimanya amal, yaitu ikhlas karena Allah dan mutaba’ah (sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam). Keduanya ibarat sayap burung, jika salah satunya tidak ada, maka burung tidak dapat terbang. Orang yang ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam amalnya, itulah yang memperoleh apa yang dia harapkan dan yang dia minta. Sedangkan selainnya, maka dia akan rugi di dunia dan akhirat, tidak memperoleh kedekatan dengan Tuhannya dan tidak mendapat ridha-Nya.